Selasa, 29 Oktober 2013

Penerapan dan Pengolahan Log book Penangkapan Ikan

Di awal Oktober 2010 lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 18/MEN/2010 tentang Log book Penangkapan Ikan. Peraturan tersebut menggantikan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang Log book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan dengan membawa cukup banyak perubahan dan jaminan kerahasiaan data. Dengan keluarnya peraturan ini, maka penerapan log book penangkapan ikan yang sempat mati suri dapat dijalankan kembali sesuai tujuan awalnya, yaitu memastikan kegiatan perikanan tangkap yang berkesinambungan dan menjaga ketersediaan sumberdaya ikan yang lestari.
Peraturan Menteri KP Nomor 18/MEN/2010 tersebut mewajibkan seluruh kapal penangkapan ikan yang memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk mengisi log book tersebut dalam operasi penangkapan ikannya. Sebagai kontrol di masa depan, penyerahan log book setelah operasi penangkapan akan diusulkan untuk menjadi syarat bagi kapal perikanan mendapatkan Surat Ijin Berlayar (SIB). Selama ini, log book dengan format lama sesuai Kepmen Nomor 03/MEN/2002 tidak banyak dipatuhi oleh nakhoda kapal perikanan. Hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain adalah rumitnya format isian logbook dan lemahnya peraturan untuk menjalankan logbook penangkapan ikan dengan disiplin. Dengan kewajiban yang masuk ke dalam persyaratan keluarnya SIB tersebut, nelayan diharapkan patuh untuk mengisilog book penangkapan ikan.
Salah satu perubahan pada log book yang terbaru adalah format isiannya yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami oleh nakhoda dan anak buah kapal perikanan. Walau pun jauh lebih sederhana, namun jenis data yang terkumpul dalam log book terbaru ini sudah sesuai standar internasional. Secara umum, data yang tercantum dalam formulir log book adalah data kapal perikanan, data alat penangkapan ikan, data operasi penangkapan ikan (posisi lintang bujurnya) dan data ikan hasil tangkapan (dalam berat dan jumlah). Log book perikanan Indonesia ini dianggap sangat memadai oleh organisasi perikanan regional semacam Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) serta negara-negara penghasil perikanan maju seperti Jepang dan Swedia. Terjaganya kualitas data tersebut sangat penting agar log book dapat memberi gambaran pemanfaatan sumberdaya ikan sehingga mampu menjadi dasar pengelolaan perikanan.
Untuk mengoptimalkan fungsi log book, maka format log book pun dibuat ke dalam tiga jenis menurut alat penangkapan ikannya, yaitu log book untuk rawai tuna dan pancing ulur (disebut Lampiran I (satu) dalam Peraturan Menteri); pukat cincin, huhate dan pancing tonda (Lampiran II); dan alat penangkapan ikan lainnya (Lampiran III). Pada log book edisi sebelumnya, hanya ada satu macam format isian sehingga kerap dinilai membingungkan oleh nelayan. Dengan format baru ini, setiap nelayan dapat mengisi data yang dibutuhkan seperti hasil tangkapan dan posisi operasinya dengan lebih jelas.
Bongkar Hasil Tangkapan - Suasana bongkar muatan hasil tangkapan kapal rawai tuna di Pelabuhan Benoa, Bali. Perikanan tuna adalah salah satu kegiatan perikanan yang harus didata melalui logbook penangkapan ikan. Hal ini sangat penting karena keterbatasan sumberdaya dan sifat tuna yang wilayah migrasinya luas sehingga pengelolaannya melibatkan banyak negara.
Salah satu terobosan yang dilakukan peraturan menteri tentang log book penangkapan ikan kali ini adalah adanya jaminan kerahasiaan data perikanan yang diisi oleh nakhoda. Kerahasiaan data ini sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Salah satu data yang harus diisi adalah lokasi penangkapan berupa lintang dan bujur posisi penangkapan. Posisi ini adalah rahasia dapur nakhoda yang bahkan pengelola perusahaan pun kadang tidak mengetahuinya. Kebocoran posisi penangkapan berarti memberitahukan ladang emas yang menjadi rahasia kita kepada orang lain. Di sisi lain, posisi penangkapan ikan sangat penting untuk diketahui agar pemanfaatan sumberdaya ikan di rentang kawasan tertentu diketahui secara pasti. Untuk itulah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap memberi jaminan bahwa informasi posisi penangkapan itu akan dirahasiakan. Data yang diolah kemudian akan menyajikan hasil tangkapan di kawasan yang lebih umum, misalnya produksi perikanan di kawasan WPP tertentu dalam kurun waktu tertentu. Betapa pentingnya menjaga kerahasiaan lokasi penangkapan sehingga, secara tidak langsung, peraturan tersebut mewajibkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap untuk menyediakan sarana penyimpanan log book yang aman dan memadai.
Salinan formulir logbook penangkapan ikan yang telah dikumpulkan dari nelayan pun tidak mungkin disimpan selama puluhan tahun. Oleh sebab itu, perlu pengaturan pemusnahannya. Pemusnahan formulir logbook terisi tersebut harus dilakukan dalam mekanisme yang jelas dan diatur, setidaknya oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, karena formulir tersebut mengandung informasi yang patut dirahasiakan.
Penerapan log book penangkapan ikan pun butuh dukungan prasarana teknologi berupa sistem informasi yang menghubungkan antara pelabuhan-pelabuhan perikanan sebagai lokasi pengumpulan data dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pusat data. Untuk pelabuhan yang bukan merupakan pelabuhan perikanan, nelayan dapat menyerahkan log book kepada pejabat pelabuhan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Dengan demikian, pekerjaan selanjutnya bagi Direktur Jenderal Perikanan Tangkap adalah segera merealisasikan sistem informasi tersebut dan menunjuk petugas dari pelabuhan umum untuk menjadi petugas log book penangkapan ikan.
Sampai saat ini, sistem informasi yang telah dibangun belum bisa mengintegrasikan pelabuhan dan pusat. Pemasukan data (data entry) masih dilakukan manual oleh petugas di pusat. Untuk sementara, pelabuhan hanya berfungsi sebagai pengumpul formulir log book yang dikumpulkan oleh nelayan. Di masa depan ketika sistem informasi sudah terbangun dan pusat terhubung dengan pelabuhan secara on line, maka diharapkan pemasukan data bisa dilakukan di pelabuhan. Dengan demikian, biaya operasional log book bisa ditekan dan transfer data log book lebih cepat.
Pekerjaan rumah bagi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk menerapkan logbook penangkapan ikan masih banyak. Namun demikian, terbitnya Peraturan Menteri Nomor 18/MEN/2010 tentang Log book Penangkapan Ikan setidaknya adalah awal yang baik untuk pengelolaan perikanan yang tepat karena didukung ketersediaan data yang berkualitas.
diunggah dari : http://edwison.wordpress.com (Supervisi Logbook Penangkapan Ikan KKP RI)

1 komentar:

STANDAR PELAYANAN PPN SIBOLGA

Standar Operasional Prosedur (SOP) Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas...